Program
Pemerintah Terhadap Pihak Swasta
Otonomi
daerah telah membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan
kebijakan lokal secara bijaksana. Namun implementasi kebijakan tersebut belum
maksimal diterapkan karena keberadaan daerah-daerah otonom baru tidak
diiringi dengan kapasitas sumber daya manusia dan finansial yang memadai.
Dengan demikian banyak terjadi keterlambatan dalam pembangunan terutama
pembangunan infrastruktur.
Oleh
karena itu pemerintah daerah perlu mencari solusi atas persoalan tersebut
dengan melibatkan berbagai stakeholder terkait dalam
pelaksanaan pembangunan, misalnya pihak swasta. Keterlibatan berbagai pihak ini
memiliki peran penting untuk membantu pemerintah mengingat tidak semua
aktivitas pembangunan mampu dikerjakan oleh pemerintah sendiri terutama dalam
hal ketersediaan skill SDM dan finansial sehingga perlu
keterlibatan pihak swasta. Bentuk kerjasama yang melibatkan pihak swasta
ini dikenal dengan public private partnership (PPP).
PPP
ini merupakan hubungan kerjasama pemerintah dengan publik dalam pelaksanaan
pembangunan melalui investasi dengan melibatkan pemerintah, pihak swasta
dan masyarakat. Masing-masing pihak memiliki peran dan fungsi dalam pelaksanaan
pembangunan. Peran dan fungsi permerintah sebagai suatu institusi resmi
dituntut untuk lebih transparan, akuntabel, responsif, efektif dan efisien
dalam penciptaan good governance. Tentunya dalam hal ini tidak
terlepas dari fungsi pengawasan pemerintah terhadap sektor swasta yang terlibat
dalam pelaksanaan pembangunan.
Lebih
lanjut ada tiga hal yang mendorong pemerintah untuk melakukan kerjasama
pemerintah dan swasta (PPP) karena masalah keterbatasan dana, efisiensi dan
efektivitas pemerintahan, dan pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakat.
Sebagai suatu daerah yang baru berkembang tentunya pemerintah daerah
tidak dapat mengandalkan sumber daya yang ada (keuangan dan SDM). Disini
pemerintah daerah butuh menarik pihak swasta untuk melakukan investasi tidak
hanya dalam bentuk dana tetapi juga peningkatan skill SDMnya
untuk membangun dan memelihara infrastruktur yang belum dan sudah tersedia
dalam rangka menyejahterakan masyarakat.
Namun
dalam pelaksanaan pembangunan yang melibatkan PPP ini dapat memberikan dampak
positif dan negatif. Dampak positif dari PPP yakni adanya pembagian
risiko antara pihak pemerintah dan swasta, penghematan biaya, perbaikan tingkat
pelayanan, dan multiplier effect (manfaat ekonomi yang
lebih luas misalnya penciptaan lapangan kerja, pengurangan tingkat
kriminalitas, peningkatan pendapatan). Sementara dampak negatif dari PPP
apabila tidak tepat sasaran justru terjadi penambahan biaya, adanya situasi
politik nasional yang tidak stabil turut mempengaruhi proses PPP misalnya
tertundanya pelaksanaan proyek kegiatan, pelayanan yang kurang prima,
terjadi bias dalam proses seleksi proyek kegiatan misalnya penentuan pemenang
tender, hilangnya kontrol pemerintah dalam proses pelaksanaan kegiatan, dan
sebagainya.
Oleh
karena itu untuk menghindari dampak-dampak negatif yang akan muncul maka dalam
proses PPP haruslah mengikuti payung hukum yang jelas baik mengenai
pembagian insentif dan tanggung jawab masing-masing pihak. Dengan
demikian harus ada perjanjian kontrak yang jelas mengenai peran dan tanggung
jawab masing-masing pihak dimana ada ketentuan pembagian risiko dan timbal
balik finansial yang didapat oleh pihak-pihak yang terlibat.
Bentuk
PPP
Keterlibatan
pihak swasta yang mampu menyediakan keuangan dan tenaga ahli setidaknya
membantu fungsi pemerintah sebagai motor pelaksana pembangunan. Selain itu
melalui PPP juga menciptakan sistem pemerintahan yang bersih karena dalam hal
ini pemerintah juga bisa melaksanakan fungsi kontrol terhadap sektor swasta
yang terlibat. Namun perlu diingat, hubungan yang terjalin antara pemerintah
dan sektor swasta haruslah memiliki hubungan yang saling menguntungkan dan
harus diikat dalam suatu kontrak untuk jangka waktu tertentu. Disinilah peran
dan fungsi pemerintah untuk mengontrol pelaksanaan pembangunan diperlukan.
Sebagaimana kita sadari bahwa sudah jelas dengan adanya keterlibatan pihak
swasta adalah untuk meraih keuntungan sebagai konsekuensi dalam
pembangunan.
Proses
kerjasama yang terjalin antara pemerintah dan pihak swasta dapat dilakukan dalam
beberapa cara yaitu melalui service contract, management contract,
lease contract, concession, BOT (Build Operation Transfer), Joint Venture
Agreement, dan Community Based Provision.Namun dalam
proses kerjasama yang dilakukan ini terdapat beberapa keunggulan dan
kelemahannya.
1. Service
contract merupakan kerjasama pemerintah dengan pihak
swasta untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam jangka waktu satu sampai
dengan tiga tahun. Pihak swasta memiliki posisi sebagai pemilik asset dan
penanggung jawab risiko keuangan secara penuh. Di dalam proses ini tidak
terlalu membutuhkan komitmen politik, biaya recovery, regulasi dan
informasi dasar. Sementara kapasitas pemerintah pun dikategorikan sedang
(tidakmemerlukan skill khusus). Contohnya pengumpulan dan
pembuangan sampah, pengerukan kali, penarikan dan pengumpulan tagihan air,
perawatan pipa air, kesemuanya ini dapat dimitrakan kepada pihak swasta.
2. Management
contract. Kerjasama ini tidak jauh berbeda dengan service
contract. Namun yang membedakannya adalah kerjasama ini dilakukan pada
tingkatan operasional manajemen dan maintenance dengan jangka
waktu tiga sampai dengan delapan tahun. Posisi pihak swasta adalah sebagai
pemilik asset, investor, dan bertanggung jawab atas risiko finansial
dalam batasan minimal. Di dalam proses seleksi hanya ada satu kali
kompetisi dan tidak ada pembaharuan perjanjian. Keunggulan dari management
contract adanya keterlibatan pihak swasta yang lebih kuat. Namun
kelemahannya manajemen tidak memiliki pengawasan yang kuat secara menyeluruh
(meliputi keuangan, kebijakan pegawai,dan sebagainya). Contohnya tidak jauh
berbeda dengan service contract seperti pengelolaan fasilitas
umum (rumah sakit, sekolah, tempat parkir).
3. Lease
contract yaitu kerjasama pemerintah yang pihak swasta dalam
jangka waktu sepuluh sampai dengan lima belas tahun dimana tanggung jawab
manajemen, operasional dan pembaharuan kontrak lebih spesifik. Pemilik modal
adalah sektor publik (pemerintah) namun pihak swasta turut menanggung risiko keuangan
(risiko menengah). Kelemahannya akan menimbulkan potensi konflik antara pihak
swasta sebagai operator pelaksana dan sektor publik (pemerintah) sebagai
pemilik modal. Contohnya pengelolaan taman hiburan, bandara, dan armada bis,
dan sebagainya.
4. Concession merupakan
kerjasama yang melibatkan pemerintah/publik dan swasta sebagai pemilik modal
dalam jangka waktu 20 sampai dengan 30 tahun. Posisi pihak swasta sebagai
penanggung jawab operasional, pemodal, memelihara,dan menanggung risiko secara
penuh. Keunggulannya pihak swasta mendapatkan kompensasi penuh. Di sisi lain
sektor publik/pemerintah mendapatkan manfaat peningkatan efisiensi
operasional dan komersial dalam investasi dan pengembangan SDMnya. Namun untuk
mengembangkan investasi dan infrastruktur dalam jangka waktu yang lama perlu
komitmen politik, regulasi, kapasitas pemerintah, recovery cost,
dan analisis kemampuan yang tinggi. Contohnya PPP yang bersifat comncession adalah
pembangunan jalan tol, pelabuhan laut dan udara, rumah sakit, stadion olahraga,
dan sebagainya.
5. Build
Operate Transfer (BOT) merupakan kejasama PPP yang investasi
dan komponen utamanya adalah peningkatan pelayanan publik dengan jangka waktu
10 sampai dengan 30 tahun. Posisi pihak swasta sebagai penanggung jawab
operasi, pemelihara, pemodal, dan penanggung jawab risiko serta pihak
swasta juga akan mendapatkan imbalan sesuai dengan parameter produksinya.
Sistem ini efektif untuk mengembangkan kapasitas SDM, namun kelemahannya untuk
meningkatkan efisiensi operasional membutuhkan jaminan sehingga diperlukan
analisis kemampuan, kapasitas pemerintah, komitmen politik, regulasi yang
tinggi dan recovery cost yang bervariasi. Contohnya
pembangunan jalan tol, pelabuhan udara dan laut, pembangkit listrik, dan
sebagainya. Contoh ini tidak jauh berbeda dengan lease contract.
6. Joint
Venture Agreement adalah PPP dimana investasi
dan risikonya ditanggung bersama antara pemerintah dan pihak swasta. Disini
tidak ada batasan waktu hanya berdasarkan kesepakatan saja. Kerjasama ini
melibatkan berbagai pihak mulai dari pemerintah, non pemerintah, swasta,
dan sebagainya atau stakeholder terkait. Masing-masing
pihak saling berkontribusi. Kunggulan dari joint venture dapat
saling berbagi dalam menyumbangkan sumber daya yang ada (finansial dan SDMnya).
Namun kelemahannya ada peluang penyalahgunaan investasi dimana pemerintah
memberikan subsidi kepada pihak swasta atau pihak lainnya dalam pelaksanaan
kerjasama tersebut yang seharusnya dihindari.
7. Community
Based Provision (CBP) merupakan kerjasama perorangan/keluarga/perusahaan
kecil merupakan kerjasama perorangan/keluarga/perusahaan kecil yang
merepresentasikan kepentingan tertentu dengan menegosiasikannya kepada
pemerintah dan NGO. Posisi NGO sebagai mediator antara masyarakat (perorangan/keluarga/perusahaan)
dengan pemerintah. Contohnya pengelolaan bank sampah di lingjkungan tertentu
(RT, RW atau kompleks perumahan) yang bertujuan untuk mendaur ulang sampah
demi kelestarian lingkungan dan memanfaatkannya sebagai tujuan ekonomi.
Berdasarkan
beberapa jenis PPP yang telah dijelaskan tersebut maka dari beberapa keunggulan
dan kelemahan yang dimilikinya tidak dapat ditentukan jenis PPP yang tepat.
Kesemuanya ini tergantung pada jenis kegiatan atau proyek, manfaat kegiatannya,
jangka waktu pembangunannya hingga baru bisa ditentukan jenis PPP yang
dibutuhkan.
EmoticonEmoticon